Arsip Tag: Permasalahann Belajar

Permasalahan Belajar

Sering kita ketahui, dengar atau bahkan alami di kehidupan nyata tentang suatu keadaan dimana seseorang memiliki kesulitan dalam belajar. Banyak terdapat anak – anak merasa proses belajar yang mereka lakukan tidak berjalan dengan baik. Sehingga dampaknya hasil belajar yang mereka lakukan juga kurang optimal. beikut ini disajikan mengenai beberapa contoh permasalahan belajar yang dapat mengganggu proses belajar seorang anak. Diharapkan hal ini dapat menjadi perhatian serius bagi orang tua ataupun sekolah agar dapat mendidik siswa dengan baik dan menjauhkan mereka dari hal – hal yang sekiranya tidak baik bagi tumbuh kembangnya.

Permasalahan Belajar

Kesulitan belajar adalah kondisi dalam proses belajar mengajar yang ditandai oleh adanya hambatan-hambatan tertentu dalam mencapai hasil belajar. Kesulitan belajar itu adalah adanya jarak antara prestasi akademik yang diharapkan dengan prestasi akademik yang nampak sekarang. Juga anak yang mengalami kesulitan belajar adalah anak yang mempunyai intelegensi normal tetapi menunjukkan satu atau beberapa kekurangan yang penting dalam proses belajar mengajar, baik dalam persepsi, ingatan, perhatian ataupun fungsi motoriknya. Kekurangan ini dapat berwujud verbal atau-pun non verbal.
Kesulitan belajar atau hambatan yang muncul dalam kegiatan belajar dapat bermacam-macam. Ada yang bersifat fisiologis misalnya waktu belajar sering merasa pusing, cepat mengantuk, mata sakit bila membaca dll. Hambatan yang bersifat psikologis misalnya tidak minat belajar, kemampuan tidak menunjang dalam kondisi stress, ada juga hambatan yang bersifat sosial kehadiran teman waktu belajar, situasi keluarga yang ramai, keluarga tidak harmonis, dan sebagainya.Hambatan tersebut baik disadari atau tidak disadari sangat mengganggu proses belajar sehinga anak tidak dapat mencapai hasil prestasi belajar dengan baik. Berikut ini disajikan mengenai beberpa hal yang dapat menyebabkan proses belajar menjadi tidak optimal.

2.1. Permasalahan Jasmani – Cacat Fisik

Seorang anak yang mempunyai fsik tidak sempurna jelas sangat mempengaruhi dalam proses balajarnya. Pertama dari segi psikis si anak. Dia tentu merasa sangat minder dengan keadaan fisik yang ia alami. Mengapa anak lain mempunyai fisik yang prima sedangkan saya tidak? Pertanyaan – pertanyaan seperti ini menjadi awal dari runtuhnya mental seorang anak dalam belajar. Belum lagi ejekan dari teman – temannya yang menyinggung kekurangan fisiknya. Kedua adalah murni masalah kecacatan fisik yang ia derita, misalnya mata tidak dapat membaca pada jarak kurang dari lebih dari 15 cm. tentu permasalahan ini menjadi sangat menggangu proses belajar. Permasalan belajar seperti ini bisa diatasi dengan menggunakan alat bantu seperti kacamata, atau huruf Braile bagi seorang yang mengalami kebutaan.

Permasalahan Keluarga 

Anak korban perceraian kebanyakan sulit menyerap pelajaran di sekolah dan kurang aktif membangun pertemanan. Informasi tersebut bermuara dari sebuah kajian Cognitive Therapy and Research. ” Perceraian atau perpisahan, baik akibat kematian orangtua ataupun hak pengasuhan anak, membuat mereka merasa tidak dapat mengendalikan hidupnya sendiri “. Anak akan malas mengerjakan tugas sekolah dan juga malu untuk mencari teman baru. Mereka lebih tertekan daripada anak yang hidup dengan orangtua lengkap. Apalagi jika orangtua menunjukkan rasa saling bermusuhan secara terbuka di depan anak.
Kualitas hubungan ini mempengaruhi prestasi anak dalam belajar. Anak yang merasa tidak ada yang mengawasi pekerjaan sekolahnya, tidak merasa perlu melakukan banyak usaha untuk belajar. Pada akhirnya, mereka tidak memiliki kualitas personal yang baik dalam kaitannya dengan proses belajar. Anak pada usia sekolah cenderung menyalahkan diri mereka saat menemui banyak kesalahan pada berbagai hal di sekitarnya, mereka tidak menyadari bahwa di balik itu semua terdapat potensi yang tidak mereka gali.
Anak-anak korban perceraian berada pada risiko lebih tinggi terhadap kegagalan dalam proses belajar, karena pemikiran mereka bukan lagi pada pelajaran yang ia pelajari namun pada hal – hal negatif yang sifatnya hanya berupa kesenangan sesaat. Sebenarnya jika orang tua mampu memperbaiki dengan cepat pukulan emosional anak atas perceraian tersebut dan melanjutkan kembali peran mereka sebagai orangtua, anak-anak pasti akan dapat belajar dengan baik, karena tidak bisa dipungkiri bahwa support dari orang tua sangat dibutuhkan.

Permasalahan Sekolah 

Sering kalinya pemerintah mengubah – ubah kurikulum membuat para siswa yang dalam hal ini menjadi obyek belajar merasa kesulitan. Kurikulum dirubah hanya dalam kurun waktu 1 tahun dan tahun berikutnya berubah lagi menjadi kurikulum baru. Hal ini menjadi tidak efektif manakala proses belajar mengajar hanya mengacu pada kurikulum. Seiring dengan berganti – bergantiunya kurikulum membuat para guru merasa kesulitan dalam mempraktekan apa yang telah tertulis dalam kurikulum tersebut, dan dampak paling membahayakan adalah pemahaman para siswa terhadap materi yang diajarkan tidak maksimal. Selain itu peraturan yang dikeluarkan sering tidak memuat hal – hal yang sebenarnya sangat penting dari segi pembelajaran.
Sebagai contoh, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 39 Tahun 2007 tentang Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional, untuk SD/MI di seluruh Indonesia. Peraturan pemerintah ini tidak mencakup kompetensi yang sebenarnya dari seorang anak Salah satu mata pelajaran yang diujikan adalah Bahasa Indonesia. Dalam Standar Kompetensi Lulusan (SKL) tersebut termuat hal-hal yang akan diujikan, mencakup indikator-indikatornya, materinya, dan bentuk soalnya.
Untuk Bahasa Indonesia, SKL yang akan diujikan hanya aspek membaca dan menulis, sedangkan aspek mendengarkan dan berbicara tidak diujikan. Untuk mengetahui apakah siswa menguasai dua SKL tersebut atau tidak, ia akan diukur dengan alat uji berupa soal obyektif pilihan ganda sebanyak 50 butir dalam waktu 120 menit.
Melihat cakupan SKL yang akan diujikan dan instrumen ujinya, khususnya untuk SKL Menulis, sudah sepatutnya para guru, pakar pendidikan, pemerhati pendidikan, organisasi profesi pendidikan, dan masyarakat luas menolak hasil ujian akhir sekolah berstandar nasional (UASBN) 2008 Bahasa Indonesia karena dua hal. Pertama, lingkup SKL yang diujikan tidak sesuai dengan SKL nasional. Sesuai dengan Permendiknas No 23/2006 tentang SKL, SKL mata pelajaran Bahasa Indonesia terdiri atas empat komponen: Mendengarkan, Berbicara, Membaca, dan Menulis. Dengan demikian, dua SKL, Mendengarkan dan Berbicara, tidak diujikan, padahal siswa dilatih dan dibimbing oleh gurunya dalam proses pembelajaran untuk menguasai dua SKL ini. Kedua, dilihat dari validitas isi, menguji kemampuan menulis dengan instrumen berupa soal pilihan ganda jelas sangat tidak valid.
Dengan hanya menguji SKL Membaca dan Menulis, berarti hasil UASBN yang menjadi penentu kelulusan tidak bisa dipertanggungjawabkan karena hanya menguji 50 persen SKL nasional. Akan tetapi, sebenarnya hanya 25 persen sebab instrumen penilaian untuk SKL Menulis juga tidak valid.
Ketidaksahihan alat uji SKL Menulis tersebut terkait dengan keluarnya tiga kurikulum sebelumnya: Kurikulum 1994, KBK 2004, serta Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan 2006. Ketiga kurikulum tersebut sudah tidak mengamanatkan pengajaran kebahasaan/linguistik dan ejaan, tetapi pembelajaran keterampilan berbahasa. Jika dilihat dari mata pelajaran yang lain hal seperti ini juga dapat kita jumpai. ketidak konsistenan pemerintah justru akan membawa pendidikan menjadi pembodohan.

Teman Sebaya 

Teman sebaya sangat berpengaruh kuat terhadap seseorang. Hal ini tidak hanya terjadi pada masa remaja. Pada balita pun teman sebaya mampu mengubah perilaku positif atau negatif si kecil. Yang menjadi persoalan adalah bagaimana jika pengaruh negatif dari teman sebaya ini mengganggu proses belajar seorang anak di sekolah.
Pada usia sekolah anak mulai lepas dari lingkungan keluarga dan memulai bergaul dengan teman sebayanya. Pergaulannya dengan kelompok teman sebaya memang cenderung bersifat sementara karena anak usia ini belum terampil bergaul dan kurang termotivasi berperilaku sesuai dengan tuntutan kelompoknya. Namun, anak yang mau bergaul dengan teman sebaya mempunyai kesempatan belajar keterampilan sosial. Teman sebaya berpengaruh penting dalam mengubah perilaku anak. Teman sebaya ibarat jendela. Banyak hal yang dipelajari anak melalui teman sebayanya..
Teman sebaya memancing perilaku yang kurang positif seperti gaya hidup konsumtif atau perilaku negatif lainnya seperti memaki, malas belajar, dan memukul. Jika seorang anak sudah terpengaruh oleh temannya sehingga malas belajar maka hal inilah bahaya yang perlu diwaspadai oleh orang tua.
Keadaan ini memang sulit dihindari. Bukan tidak mungkin perngaruh teman sebaya yang cenderung negatif dapat memicu ketegangan antara anak dan orangtuanya. Pengaruh negatif teman sebaya tentu tidak dapat dihindari karena memilih teman anak yang baik-baik saja bukanlah jalan keluar untuk mengurangi pengaruh negatif. Sebab, pengaruh negatif atau positif sama pentingnya dalam membentuk perilaku anak. Pengaruh negatif teman sebaya dapat berubah menjadi baik tatkala orangtua tidak mudah terpengaruh keinginan anak yang didasari pengaruh buruk tadi. Pengaruh negatif malah bisa menjadi sarana berpikir si anak dam berempati karena di sinilah terjadi tarik-menarik antara teman dan orangtua.
Pada dasarnya hubungan anak dengan teman adalah equal atau seimbang. Sedangkan orangtua mempunyai otoritas terhadap anaknya. Sehingga orangtua dapat dengan mudah mengalihkan tuntutan anak dengan cara yang bijaksana karena posisi orang tua lebih kuat dari anak. Jika orang tua mampu menanamkan pentingnya belajar sejak dini kepada anak maka kemungkinan si anak terpengaruh oleh temannya dapat diminimalisir. Dengan begitu, pengaruh teman sebaya anak mungkin saja tidak mengubah perilaku anak asalkan orangtua pandai-pandai memberikan alternatif. Dalam hal ini, orang tua punya peran besar untuk membelokkan keinginan anak agar tidak sekedar meniru, tapi lebih kritis memilih, berperilaku baik dan tidak melupakan belajar karena itu adalah tugas seseorang yang telah memasuki masa – masa sekolah.

Orang tua dan institusi pendidikan dalam hal ini sekolah diharapkan dapat menjadi sarana bagi tumbuh kembang seorang anak menjadi pribadi – pribadi yang unggul. Akan menjadi optimal jika proses penanaman semangat belajar dilakukan sejak dini. Setiap permasalahan pasti terdapat jalan keluar dan masalah jangan dianggap sebagai malapetaka yang harus dihindari, justru dari masalah – masalah itu seorang anak dapat berproses menjadi sosok dewasa yang kelak menjadi seorang yang unggul dan dewasa dalam segala hal.